Program MBG Biang Kerok Pemangkasan Anggaran, Pemda dan ASN Jadi Korban?

NASIONAL497 Dilihat

EKONOMI (WARTASIAK.COM) – Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang dicanangkan Presiden Prabowo untuk anak-anak sekolah di Indonesia dinilai sebagai salah satu penyebab terjadinya pemangkasan anggaran secara besar-besaran. Pemangkasan anggaran tersebut menyasar ke Kementerian/Lembaga dan juga daerah.

Program MBG yang merupakan janji politik Presiden Prabowo itu saat ini sudah berjalan di sejumlah daerah. Program MBG ala Prabowo itu baru pertama kali diterapkan di Indonesia. Sebelumnya pemerintah Indonesia tidak pernah menjalankan program tersebut.

Di satu sisi, program MBG itu dianggap sebagai langkah efektif dalam membantu meningkatkan kualitas gizi bagi para kaum pelajar, namun di satu sisi juga menimbulkan dampak negatif karena berimbas pada pemangkasan anggaran yang akan menghambat pertumbuhan ekonomi maupun keberlangsungan program pembangunan secara nasional.

Akibat dari pemangkasan anggaran yang mencapai Rp306 triliun itu, sudah dapat dipastikan roda pembangunan di daerah akan mengalami kendala. Tak hanya itu, bahkan Aparatur Sipil Negara (ASN) di daerah pun akan kelimpungan untuk menjalankan program yang sudah direncanakan sebelumnya. Sebab sasaran dari pemangkasan anggaran itu salah satunya adalah memangkas anggaran rapat dan perjalanan dinas ASN.

Tanggapan Pengamat Terkait MBG:

Pemerintah dinilai seharusnya memastikan efisiensi anggaran diarahkan pada belanja yang berkualitas dan memberikan dampak maksimal bagi perekonomian serta kesejahteraan masyarakat.

Ekonom dan Pakar Kebijakan Publik UPN Veteran Jakarta Achmad Nur Hidayat mengatakan, program Makan Bergizi Gratis (MBG), yang menghabiskan anggaran sebesar Rp71 triliun dan direncanakan ditambah Rp100 triliun pada 2025, tidak dapat dikategorikan sebagai belanja berkualitas karena memiliki dampak ekonomi yang minim serta berpotensi menimbulkan efek samping negatif.

“Program MBG tidak memberikan dampak signifikan dalam penciptaan lapangan pekerjaan maupun peningkatan daya beli masyarakat,” kata Achmad, Jum’at (14/02/2025), seperti dilansir Tribunnews.

Menurutnya, sebaliknya, kebijakan ini justru dapat menutup sumber pendapatan bagi para pedagang kantin sekolah yang selama ini bergantung pada aktivitas jual beli di lingkungan pendidikan.

Dengan hilangnya pasar mereka, kata Achmad, terjadi penurunan daya beli dan perputaran ekonomi lokal yang seharusnya menjadi prioritas dalam pengelolaan anggaran negara. Ia menyampaikan, salah satu indikator belanja berkualitas adalah adanya efek domino yang positif terhadap pertumbuhan ekonomi.

“Program MBG, yang diselenggarakan dengan skema sentralisasi, malah membatasi ruang bagi usaha kecil dan menengah untuk berkembang,” ujarnya.

“Alokasi dana sebesar itu seharusnya diarahkan ke sektor yang lebih produktif, seperti penciptaan lapangan pekerjaan, investasi dalam industri berbasis ekspor, dan peningkatan akses pembiayaan bagi UMKM. Dengan demikian, dampak ekonominya akan jauh lebih luas dan berkelanjutan,” sambung Achmad.

Selain itu, Achmad menyampaikan, pemerintah harus memperhitungkan kondisi fiskal yang semakin terbatas akibat akumulasi utang dari pemerintahan sebelumnya.

Laporan: Atok

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *