FAKTA (WARTASIAK.COM) – Pada era tahun 1990-an silam, setiap kali ada proyek pembangunan jembatan yang direalisasikan oleh pemerintah maupun swasta, kerap beredar isu di tengah masyarakat adanya penculik yang mengincar kepala manusia (anak-anak, red) untuk dijadikan sebagai tumbal pembangunan jembatan.
Bagi masyarakat awam yang tinggal di pelosok kampung, isu adanya penculik kepala itu dianggap sesuatu yang sangat mengerikan sekaligus menakutkan, sehingga pada masa itu anak-anak pelajar dilarang keluyuran keluar rumah saat sepulang dari sekolah.
Berdasarkan pengalaman penulis, pada tahun 1990-an itu di wilayah Siak dan sekitarnya juga tidak luput dari isu penculik kepala pada setiap adanya proyek pembangunan jembatan. Seperti pada saat dibangunnya jembatan Siak II alias Leighton II Pekanbaru yang dibangun pada sekitar tahun 1990-an silam.
Bersamaan dengan pembangunan jembatan Leighton II Pekanbaru itu, masyarakat yang tinggal di wilayah Siak juga sempat dihantui oleh isu/rumor adanya tukang culik kepala yang masuk ke kampung-kampung. Sontak isu tersebut membuat jantung para orangtua berdebar-debar (was-was, red) setiap kali anaknya pergi ke sekolah sendirian.
Seiring berjalannya waktu, lambat laun isu adanya penculik kepala untuk tumbal pembangunan jembatan itu mulai mereda dan hilang ditelan zaman. Lantas benarkah diperlukan tumbal kepala manusia untuk pembangunan jembatan?.
Tanggapan Dewan Penasehat Persatuan Insinyur Indonesia (PII) Cabang Siak:
Sejak Siak menjadi kabupaten pada tahun 1999 silam, Pemerintah Daerah (Pemda) Kabupaten Siak melalui Dinas Pekerjaan Umum (PU) terus melaju mengejar ketertinggalan dengan melakukan pembangunan di berbagai sektor, salah satunya membangun jembatan megah yang membentang di atas Sungai Siak yang dikenal dengan nama Jembatan Tengku Agung Sultanah Latifah (TASL).
Proses pembangungan Jembatan TASL Siak itu dimulai pada tahun 2002 dan diresmikan operasionalnya pada tanggal 11 Agustus 2007. Selama proses pembangunan jembatan TASL itu, isu tentang adanya penculik kepala untuk tumbal pembangunan jembatan sudah tidak ada lagi tersiar di telinga masyarakat Siak.
Di Kabupaten Siak terdapat Tiga jembatan megah yang membentang di atas Sungai Siak. Jembatan tersebut dibangun di masa kepemimpinan Bupati Siak Arwin AS. Lokasi jembatan itu berada di wilayah kecamatan berbeda yakni di Kecamatan Sungai Apit, Tualang, dan Siak-Mempura.
Selain Tiga jembatan yang disebutkan di atas, belum lama ini di Kabupaten Siak juga dibangun jembatan megah yakni Jembatan Kaca Skywalk yang membentang di tepian Sungai Siak.
Salah satu insinyur hebat yang turut berjasa dan berkonstribusi pada proses pembangunan Jembatan Kaca Skywalk Siak itu adalah mantan Kepala Dinas PU Tarukim Siak Ir. H. Irving Kahar Arifin ME, IPU.
Menurut penjelasannya, pembangunan Jembatan Kaca Skywalk dirancang dengan konsep yang unik dan sedikit berbeda dengan jembatan-jembatan lain pada umumnya.
“Jembatan Kaca Skywalk dibangun dengan konsep kepariwisataan serta didukung dengan konstruksi yang kuat dan kokoh. Jembatan ini selain sebagai destinasi wisata, juga sebagai penahan abrasi agar tanah/tebing sungai tidak mudah ambrol,” jelas Ir. H. Irving, Rabu (15/10/2025) siang, saat berbincang bersama Wartasiak.com.
Lebih lanjut mantan Kadis PU Siak itu juga membeberkan keunikan yang dimiliki oleh Jembatan TASL Siak. Menurut Dewan Penasehat Persatuan Insinyur Indonesia (PII) Cabang Siak itu, keunikan Jembatan TASL Siak dilengkapi dengan tangga lift outdoor yang tidak dimiliki oleh jembatan-jembatan lain di Indonesia.
Menyinggung soal isu masa lalu yang berkaitan dengan proses pembangunan jembatan yang disebut-sebut memerlukan tumbal kepala manusia itu, dengan tegas mantan Kepala Dinas PU Tarukim Siak itu menjelaskan, sepanjang pengetahuannya selama menjadi insan PU, tidak pernah ada teory ataupun konsep pekerjaan kontruksi yang memerlukan tumbal kepala manusia untuk penunjang kualitas/mutu.
“Tidak pernah ada teory pekerjaan konstruksi yang berhubungan dengan tumbal, apalagi yang sifatnya menyangkut pada nyawa manusia. Setiap pekerjaan konstruksi ditangani oleh tenaga teknis dan tim ahli yang berkompeten, jadi tidak ada sangkut pautnya dengan tumbal,” tutup H Irving.
Dilansir dari Berbagai Sumber:
Beberapa sumber menyebutkan, mitos tumbal kepala untuk proyek jembatan hanya cerita rakyat yang berasal dari kesalahpahaman, bukan praktik nyata dan tidak ada hubungannya dengan keselamatan kerja yang sebenarnya. Teknologi modern memastikan bangunan kokoh dan aman.
Penyebab mitos tumbal kepala adalah kesalahpahaman bahasa. Mitos ini berawal dari insinyur Belanda yang menyuruh pekerja lokal “menggunakan kepalamu” (berpikir logis) saat membangun jembatan. Para pekerja salah mengartikan ucapan itu secara harfiah menjadi “gunakan kepala manusia”.
Cerita Rakyat dan Cerita Seram:
Kesalahpahaman tersebut kemudian berkembang menjadi cerita rakyat yang menakutkan dan akhirnya diyakini banyak orang, bahkan muncul cerita tentang penculikan anak untuk dijadikan tumbal.
Keterkaitan dengan Teknologi Modern:
Saat ini, semua proyek konstruksi besar mengandalkan teknologi dan perhitungan rekayasa modern untuk menjamin kekuatan dan keamanan struktur jembatan.
Pembangunan menggunakan alat berat seperti crane, alat pemancang tiang, dan material berkualitas tinggi untuk membangun fondasi yang kuat dan awet.
Kesimpulan:
Praktik tumbal, termasuk tumbal kepala, tidak ada dalam proyek konstruksi modern.
Mitos ini adalah cerita rakyat dari kesalahpahaman di masa lalu dan tidak memiliki dasar ilmiah atau teknis.
Pembangunan jembatan dan bangunan besar lainnya sekarang dilakukan dengan standar keselamatan dan teknologi modern yang memastikan bangunan kokoh tanpa memerlukan tumbal apapun.
Penulis: Atok




