Alamak,! Diduga Korupsi Tata Kelola Minyak Mentah, Direktur PT BSP Diperiksa Kejagung?

PERISTIWA406 Dilihat

RIAU (WARTASIAK.COM) – Kejaksaan Agung (Kejagung) telah memeriksa Direktur PT Bumi Siak Pusako (BSP) Iskandar dalam kasus dugaan korupsi dalam tata kelola minyak mentah periode 2018-2023. Pemeriksaan terhadap Iskandar dilakukan pada, Selasa (06/05/2025) lalu.

Pemeriksaan Iskandar dilakukan penyidik Kejagung bersamaan dengan pemanggilan terhadap 11 saksi lainnya, termasuk mantan Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati (NW).

“Pemeriksaan saksi dilakukan untuk memperkuat pembuktian dan melengkapi pemberkasan dalam perkara dimaksud,” kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Harli Siregar.

PT BSP merupakan salah satu Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) yang mengelola Coastal Plain and Pekanbaru (CPO Blok). Sejak tahun 2022 lalu PT BSP mengelola secara tunggal ladang minyak warisan PT Chevron tersebut dengan masa konsesi hingga tahun 2042.

Sebelumnya, sejak 2002 lalu, CPP Blok dikelola secara bersama oleh PT Pertamina Hulu dengan PT BSP dalam bentuk Badan Operasional Bersama (BOB). PT BSP merupakan BUMD yang saham mayoritasnya dikuasai oleh Pemkab Siak.

Pemeriksaan Iskandar ini diduga berkaitan dengan kebijakan PT BSP yang tidak menjual minyak mentahnya ke PT Pertamina. Tidak diketahui secara pasti apa alasan Pertamina tidak mau menerima minyak produksi PT BSP.

Belakangan, diketahui PT BSP menjual minyak mentahnya kepada PT TIS Petroleum (Asia) Pte Ltd., tanpa melalui mekanisme tender. Kebijakan tersebut telah ditetapkan sejak dua tahun lalu dan dilanjutkan hingga saat ini.

“Benar, PT BSP menjual minyak tanpa tender ke PT TIS Petroleum,” kata sumber, dikutip SabangMerauke News, beberapa waktu lalu.

Kabar penjualan minyak mentah PT BSP tanpa melalui mekanisme tender ke TIS Petroleum, juga diungkap oleh Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI). Hal tersebut diketahui dari gugatan praperadilan MAKI terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang berlangsung saat ini.

MAKI turut mempersoalkan pemberian hak eksklusif atas minyak mentah PT BSP ke PT TIS Petroleum tanpa melalui tender. Disebutkan, pada 2024, TIS berhasil memperoleh minyak mentah dari BSP meskipun gagal menerbitkan letter of credit (LC) untuk pembayaran kargo November dan Desember 2024. Bahkan, TIS terlambat sembilan hari dalam pembayaran, tetapi tetap mendapatkan kontrak untuk 2025 tanpa tender.

Gugatan praperadilan yang diajukan Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) bersama LP3HI dan ARUKKI terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). MAKI menyoroti lambannya penanganan kasus korupsi SKK Migas dan PT Pertamina Energy Trading Limited (Petral) oleh KPK yang sempat heboh beberapa tahun lalu.

Kasus ini kembali diperbincangkan menyusul terbongkarnya dugaan skandal megakorupsi tata kelola minyak mentah Pertamina yang diusut Kejaksaan Agung sejak bulan lalu. Dalam perkara yang menyeret keterlibatan petinggi PT Pertamina Patra Niaga dan sejumlah bos anak usaha Pertamina, ditaksir kerugian negara mencapai Rp193 triliun pada tahun 2023.

Berdasarkan keterangan dari narasumber yang tak ingin disebut namanya, kebijakan PT BSP menjual minyak mentah ke PT TIS Petroleum tanpa tender, telah dimulai beberapa saat sejak perusahaan ditunjuk menjadi pengelola ladang minyak Coastal Plains and Pekanbaru (CPP) Blok.

Pada awalnya, minyak yang dihasilkan dari CPP Blok dijual lewat mekanisme tender. Sejumlah perusahaan pernah menjadi rekanan dalam pembelian minyak, di antaranya Vitol Ltd, Petro Diamond dan termasuk PT Pertamina.

Namun, sejak dua tahun lalu, PT BSP diduga kuat telah mengalihkan hak eksklusif atas minyak mentahnya kepada PT TIS Petroleum tanpa tender. Kebijakan tersebut ditengarai bisa menimbulkan potensi kerugian bagi perusahaan, karena harga minyak yang dijual tidak bisa dikompetisikan lewat lelang.

“Idealnya penjualan minyak dilakukan lewat tender, sehingga harga bisa dikompetisikan. Patut dipertanyakan ada apa di balik penjualan minyak tanpa tender yang terjadi di PT BSP,” kata narasumber tersebut.

PT BSP merupakan BUMD dengan kepemilikan saham dari Pemerintah Provinsi Riau sebesar 18,07%, Pemerintah Kabupaten Siak 72,29%, Pemerintah Kabupaten Kampar 6,02%, Pemerintah Kabupaten Pelalawan 2,41% dan Pemerintah Kota Pekanbaru 1,21%.

Sementara itu, Direktur PT BSP Iskandar belum membalas pesan konfirmasi yang dilayangkan media Sabangmeraukenews terkait pemeriksaannya oleh Kejagung. Setali tiga uang, Sekretaris Perusahaan PT BSP Ardian juga tak merespon.

Berikut daftar 12 saksi yang diperiksa seperti tertera dalam siaran pers nomor PR – 385/015/K.3/Kph.3/05/2025:

1.NW selaku Direktur Utama PT Pertamina (Persero) tahun 2018 s.d. 2024.

2. ISK (Iskandar) selaku Direktur PT Bumi Siak Pusako.

3. ME selaku Division Head Integrated Fuel Supply Chain PT Adaro Minerals.

4. MHN dari PT Trafigura.

5. MA selaku Direktur Utama PT Pertamina EP Cepu.

6. IM selaku Oil Commercia International Manager Medco E&P Indonesia.

7. MG selaku Manager Treasury PT Pertamina International Shipping.

8. HASM selaku VP Crude & Gas Operation PT Pertamina International Shipping tahun 2021 s.d. 2023.

9. WWN selaku Manager Field Operations Petronas Carigali Ketapang Ltd.

10. FM dari PT British Petroleum.

11. EAA selaku Manager Mining PT Pertamina Patra Niaga tahun 2018 s/d 2020.

12. HA selaku Manager Non-Mining PT Pertamina Patra Niaga tahun 2018 s/d 2020.

Sebelumnya, Kejagung juga dikabarkan telah menetapkan Sembilan orang tersangka dalam kasus dugaan korupsi pengadaan impor minyak mentah oleh anak perusahaan Pertamina di kala stok minyak dalam negeri masih cukup. Tiga di antaranya berasal dari pihak swasta, sementara enam lainnya merupakan pejabat Sub Holding Pertamina.

Laporan: Wartasiak
Sumber: Sabangmeraukenews

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *